BERAGAMA YANG ANTI KRITIK
Pendis Kubu Raya _ Ernest Renant, seorang Filosof Prancis yang mewakili pandangan Intelektual Barat yang memframe umat Islam adalah Kuno dan terkebelakang. Tentu saja hal ini melahirkan kemarahan umat Islam, salah satu yang paling marah adalah Syaikh Muhammad Abduh, Ulama besar Mesir, Beliau menjelaskan bahwa, Islam itu hebat, mencintai ilmu, pendukung kemajuan dll.
Dengan ringan Ernest Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan :
"Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran, tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim didunia yang dapat menggambarkan kehebatan ajaran Islam.
Dan Syaikh Muhammad Abduh pun terdiam
Satu abad kemudian, beberapa peneliti dari George Washington University ingin membuktikan tantangan Renan.
Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam seperti :
1.kejujuran (shiddiq)
2.amanah
3.keadilan
4.kebersihan
5.ketepatan waktu
6.empati
7.toleransi
dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai "Islamic City index", mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa Islami negara2 tsb.
Hasilnya ?
Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami
Indonesia ?
Harus puas di urutan ke 140.
Nasibnya tak jauh dengan negara-negara Islam lainnya yang kebanyakan bertengger di 'ranking' 100-200.
Apa itu islam ?
Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami ?
Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi2-nya, bukan definisi
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa :
"Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”, itu indikator
Atau hadits yang berbunyi :
Keutamaan Islam seseorang, adalah yang meninggalkan sesuatu yang tak bermanfaat”.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga, hormati tamu."
"Bicara yang baik atau diam”.
Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang Islam dan Iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator ke-Islaman seseorang yang bisa diterapkan pada sebuah Kota, bahkan Negara.
Dengan indikator di atas, tidak heran ketika Syaikh Muhamad Abduh melawat ke Perancis akhirnya berkomentar :
“Saya tidak melihat Muslim di sini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam, sebaliknya di Mesir saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat Islam”
Pengalaman serupa dirasakan Professor Afif Muhammad, ketika berkesempatan ke Kanada, yang merupakan negara paling Islami No.5.
Beliau heran melihat penduduk di sana yang tak pernah mengunci pintu rumahnya.
Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya : “mengapa harus dikunci ?”
Di kesempatan lain, masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di halte bis.
Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah.
Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di Negeri Muslim, yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat.
Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman.
Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman.
Penduduk Kanada menemukan rasa aman, padahal (mungkin) tanpa iman.
Tetapi kita merasa tidak aman, di tengah orang-orang yang (mengaku) beriman.
Seorang teman berceritan: di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyeberang saat lampu penyeberangan masih merah.
“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya.
Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”.
Sangat kontras dengan sebuah video di Youtube yang menayangkan seorang bapak di Jakarta dengan pakaian jubah dan sorban naik motor tanpa helm.
Ketika ditangkap polisi karena melanggar, si Bapak tersebut justru malah marah dengan menyebutkan siapa dirinya.
Maksudnya agar Polisi melepaskannya, karena dia adalah orang suci (?)
Mengapa kontradiksi ini bisa terjadi ?
Syaikh Basuni, seorang Ulama, pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir.
Suratnya berisi pertanyaan :
"Limaadzaa taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum ?"
( "Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju ?" )
Surat itu dijawab panjang lebar, dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu.
Inti dari jawaban Rasyid Ridha :
Islam mundur karena meninggalkan ajarannya dan hidup di alam dalil-dalil.
Sementara Barat maju karena mampu berpikir dan berbuat.
Umat Islam terbelakang, karena meninggalkan ajaran 'iqra' (membaca) dan cinta ilmu
Sistem pengajaran Islam menjadi dogmatis.
Apa kata ustad/ulama menjadi hukum yang harus di ikuti tidak kritis dan mendebat ustad/ulama untuk mencari kebenaran.
Karena ustadz/ulama juga manusia yang sumber kesalahan.
Situasi seperti ini tidak lepas dari posisi Indonesia saat ini yang menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca dan mencari ilmu.
Ajaran Islam hanya di tekankan pada hafalan dan mendengar semata.
Bukan kritis dengan argumentasi serta menjadi paham.
Meninggalkan riset, yang menjadi fondasi dasar berkembangnya IPTEK dan kemajuan peradaban.
Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah,
Sehingga tak heran negara2- Muslim terpuruk di kategori 'low trust society', yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain, alias selalu penuh curiga.
Muslim juga meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam.
Karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah ?
Mungkin yang salah yang membuat 'survey' ?
Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya, pastilah Indonesia ada di ranking pertama.
Andaikan hafalan Al Qur'an yang jadi ukuran, Insyaa Allah negara2- Arab yang akan menempati rangking pertama.
Sayangnya, parameter ke Islaman bukan hanya itu.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Mari kita hidupkan kembali ajaran Islam yang dibawakan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan beliau sendiri akhlaknya Al Quran.
Teladan Rasulullah ini diikuti oleh para sahabat, tabiin dan ulama2 terdahulu yang sangat istiqomah.
Mari kita mulai dari diri kita masing2 kemudian dalam keluarga khususnya para balita generasi penerus, setelah itu hidup bertetangga dan selanjut dalam bermasyarakat. Insyaallah masyarakat yang islami akan terwujud dikemudian hari walaupun membutuh waktu yang lama dan diperlukan keteladanan pemimpin Islam terutama pemimpin rumah tangga.
Oleh : Jay Yusuf