DIAGNOSA ORGANISASI DAN PEMIMPIN PERUBAHAN
BERITA1
Perubahan Organisasi
Pengembangan dan perubahan suatu organisasi merupakan suatu keniscayaan yang mempengaruhi pengembangan dan perubahan organisasi. Perubahan tersebut dapat bersumber dari internal dan eksternal organisasi. Terhadap faktor yang bersumber dari internal organisasi, organisasi bisa melakukan adaptasi dengan cara melakukan perubahan yang reaktif dan/atau perubahan yang direncanakan (planned change) atau proaktif. Terhadap kondisi tersebut, seorang pimpinan dituntut untuk bisa mengambil keputusan yang cepat dan tepat agar organisasi bisa beradaptasi dengan baik. Sehingga organisasi bisa bertahan dan tumbuh (peningkatan pelayanan publik) secara berkelanjutan.
Pemimpin menurut Suradinata (1997) adalah orang yang memimpin kelompok dalam sebuah organisasi. Sedangkan, kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi Pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya. Pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal (informal leader). Dengan demikian, seorang pemimpim seyogyanya memiliki kepemimpinan dalam melakukan perubahan, sehingga dapat disebut sebagai pemimpin melayani untuk perubahan.
Sebelum mengambil keputusan melakukan perubahan yang direncanakan memerlukan tahapan diagnosa organisasi. Mendiagnosa organisasi merupakan salah satu komponen utama dalam melakukan perencanaan perubahan. Diagnosa adalah suatu proses mengerti bagaimana fungsi organisasi saat ini dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk mendesain intervensi perubahan.
2. Pememimpin melayani.
Pengertian ini mengharuskan pemimpin terlebih dahulu memerankan dirinya sebagai pelayan, kemudian memengaruhi dan memobilisasi stakeholdernya guna mendukung dan melaksanakan kegiatan peningkatan pelayanan publik. Lebih jauh, menurut Greenleaf memandang seorang pemimpin harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Listening, 2. Empathy, 3. Healing, 4. Awareness, 5. Persuasive, 6. Stewardship, 7. Foresight, 8. Conceptualization, 9. Commitment to growth of people, dan 10. Building Community.
Namun, tidak semua pemimpin mampu menetapkan pelayanan apa yang perlu ditingkatkan. Misalnya, tujuan dimaksud terlalu ambisius, sehingga sulit diwujudkan oleh stakeholder dan sumberdaya yang ada. Atau, tujuan bersifat business as usual, sehingga tidak mampu membawa perubahan yang signifikan bagi organisasi.
Setelah menetapkan tujuan pelayanan yang dimaksud, barulah pemimpin menerapkan kemampuan mempengaruhi seluruh stakeholdernya agar mendukungnya dalam mencapai tujuan tersebut. Keberhasilan mempengaruhi stakeholder akan sangat menentukan, apakah pemimpin tersebut berhasil membawa perubahan. Dengan perkataan lain, pemimpin membutuhkan pihak lain dalam mewujudkan perubahan. Melalui persuasi (kemampuan berkomunikasi), pemimpin melayani dapat mengubah stakeholder yang dulunya menentang menjadi mendukung; stakeholder yang dulunya pasif menjadi aktif. Jika pemimpin dapat memobilisasi stakeholder, maka perubahan yang direncanakan akan dapat terwujud dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Sebelum melakukan diagnosa organisasi, pemimpin perubahan harus memiliki kemampuan penguasaan diri. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah menguasai dirinya sebelum melakukan diagnosa organisasi. Sehingga, dalam mendiagnosa organisasi, pemimpin terhindar dari kepentingan-kepentingan yang subyektif. seperti kepentingan pribadi, golongan, sektoral, etnis/suku, materi, dan sejenisnya. Pemimpin juga dituntut berpikir jernih agar diagnosa yang dilakukan demi kepentingan bersama, kepentingan publik, dan kepentingan negara.
Sebagai manusia biasa, dalam diri seorang pemimpin terdapat sistem dan sub sistem (keluarga, bonding (kesamaan suku, agama, atau golongan), kebutuhan materi, dan lain-lain ) yang dapat memengaruhi dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin untuk memiliki penguasaan atas dirinya. Sebagai pejabat pengawas, tarikan atau pengaruh yang perlu diikuti adalah yang mengarahkannya pada pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama, kepentingan publik, dan kepentingan negara. Tarikan atau pengaruh lain tidak boleh dibiarkan besar dan mengalahkan kepentingan bersama tersebut. Ketika pemimpim melakukan diagnosa organisasi harus dipastikan bahwa pemilihan area perubahan dimotivasi oleh kepentingan publik. Selain itu, pemimpin harus amanah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sehingga, keberadaannya menjadi solusi dari permasalahan dalam intansinya.
B. DIAGNOSA ORGANISASI
Diagnosa adalah proses memahami bagaimana organisasi saat ini berfungsi, dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk merancang perubahan. Diagnosa organisasi (DO) merupakan proses kolaborasi antara anggota organisasi dan stakeholder untuk mengumpulkan informasi terkait, menganalisis, dan menarik kesimpulan untuk perencanaan aksi dan intervensi penyelesaian masalah kegiatan pelayanan instansi.
Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, mendiagnosa organisasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin perubahan harus memiliki kemampuan mendiagnosa unit organisasinya. Kemampuan pemimpin perubahan dalam mendiagnosa organisasi dapat memberi beberapa manfaat. Pertama, pemimpin perubahan dapat lebih percaya diri dalam meyakini bahwa tujuannya benar. Kedua, pemimpin perubahan akan mudah mendapatkan argumentasi yang tepat dalam meyakinkan stakeholdersnya. Ketiga, pemimpin perubahan akan tepat menentukan alternatif solusi atau penyelesaian masalah. Apabila Ketiga manfaat ini dapat dicapai, maka menjadi pintu masuk bagi stakeholders untuk mendukung perubahan yang akan dilaksanakan.
Upaya pemimpin perubahan untuk mewujudkan perubahan dimulai dari mendiagnosa unit organisasinya, mencari dimensi/aspek/faktor/unsur yang bermasalah, kemudian menyusun langkah-langkah atau intervensi yang tepat untuk mengubahnya. Perubahan ini dilakukan secara berkesinambungan agar masalah tersebut tidak muncul lagi hingga terwujud organisasi yang berkinerja tinggi. Untuk memahami proses mendiagnosa organisasi, pada Gambar 1 disajikan ilustrasi diagnosa di lingkup eselon IV (Pejabat Pengawas(Pejabat Pengawas).
Gambar 1 Kerangka DO
Mendiagnosa organisasi memerlukan kompetensi teknis, yang berada dibawah disiplin ilmu organizational development (OD). Esensi dari OD adalah sebagai berikut:
..diagnosa organisasi membutuhkan kegiatan mendiagnosa, menilai kinerja suatu organisasi untuk merumuskan tindakan perbaikan. Konsep ini mirip dengan praktek kerja dokter. Dalam melakukan diagnosa, dokter melakukan tes, mengumpulkan informasi penting tentang cara kerja organ tubuh manusia, mengevaluasi informasi ini untuk membuat resep pengobatan. Demikian pula halnya dengan diagnosa organisasi, pendiagnosa organisasi menggunakan prosedur khusus untuk mengumpulkan informasi vital, menganalisis informasi itu, lalu merumuskan langkah-langkah intervensi (Tichy, Hornstein, & Nisberg, 1977).
Berdasarkan uraian di atas, maka secara teknis, kegiatan mendiagnosa organisasi terdiri atas dua kegiatan, yaitu:
a. Menilai kinerja organisasi unit organisasi eselon IV
b. Menyusun langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan kinerja unit organisasi eselon IV.
teknik mengumpulkan data dan informasi penting, termasuk teknik menyusun langkah-langkah intervensi. Saat ini ini terdapat sejumlah model (Teknik) diagnosa organisasi yang banyak dipergunakan, antara lain:
Diagnosing Individual and Group Behavior (1987)
SWOT Analysis (Davis, 1997)
Fishbone (Ishikawa, 1998)
Falletta’s Organizational Intelligence Model (2008)
Tree Diagram (Duffy, 2012)
dan lain-lain
Model-model diagnosa organisasi di atas hanyalah sekian dari beberapa model yang ada. Tentu masih banyak model model yang lain. Dalam Diklatpim Tingkat III, model-model diagnosa organisasi tersebut tidak dipelajari secara spesifik, namun peserta dapat belajar mandiri atau berkonsultasi dengan pihak yang menguasai penggunaan model-model tersebut. Model (Teknik) apapun yang dipilih, pada umumnya model-model tersebut menuntut dua langkah utama yang dipaparkan di atas.
Dalam melakukan diagnosa organisasi, ada dua tahapan yang perlu dilakukan, yaitu (i) identifikasi permasalahan dan (ii) identifikasi solusi. Masing-masing tahapan ini diuraikan pada bagian berikut.
Terlebih dahulu pemimpin perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini. Dalam menilai kinerja, pemimpin perlu melihat melihat output dan atau outcome yang harus dipenuhi. Data dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di Renstra, Laporan Kinerja, observasi, atau narasumber. Di samping itu, pemimpin perlu memvalidasi informasi tersebut dengan observasi dan mendapatkan masukan dari narasumber yang dapat dipercaya.
Informasi tentang kinerja tidak semata-mata diperoleh dari unsur output organisasi. Data dan informasi tentang kinerja bisa juga didapatkan dari input, business process termasuk lingkungan organisasi. Standar-standar kinerja dari masing-masing unsur ini tentu sudah ditetapkan. Misalkan, untuk unsur input yang
berupa sumberdaya manusia, tentu sudah ditetapkan standar-standar kualitas yang dibutuhkan oleh organisasi dalam rangka menjalan proses untuk menghasilkan output. Begitupula input lain seperti anggaran, proses tentu sudah ada standar yang sudah harus dipenuhi.
Jika data dan informasi sudah dikumpul dan dianalisis, dan ditemukan bahwa ternyata unsur-unsur tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan, sehingga terdapat kesenjangan atau gap, maka gap itulah yang dapat menjadi sasaran dari obyek perubahan. Gap dapat diciptakan dengan meningkatkan standar yang sudah terpenuhi. Dengan demikian, gap merupakan pintu masuk untuk melakukan perubahan.
Berangkat dari gap atau kesenjangan tersebut, langkah- langkah intervensi dapat disusun. Pertama, deskripsikan secara terukur tentang kondisi pelayanan yang diharapkan, sekaligus mendeskripsikan secara terukur tentang kondisi kegiatan pelayanan saat ini. Tabel 1. berikut ini dapat dipergunakan sebagai alat bantu mengukur kinerja organisasi.
Alat Bantu Identifikasi Permasalahan untuk Aksi Perubahan. Kondisi Kinerja Saat Ini Kondisi Kinerja Yang diharapkan
Pendeskripsian kedua hal di atas memperlihatkan kesenjangan atau gap. Untuk menutup kesenjangan tersebut, pemimpin perlu melakukan intervensi organisasi. Intervensi bergantung dari hasil analisis terhadap data dan informasi yang terkumpul. Untuk itu, diperlukan data dan informasi yang akurat. Pemimpin perlu turun ke lapangan, mengamati secara langsung apa yang terjadi. Pemimpin tidak boleh menyandarkan data dan informasi yang tertulis dalam dokumen dokumen, melainkan juga memerlukan data pengalaman (tacit knowledge).
Intervensi dapat diarahkan pada input organisasi, sehingga sasaran perubahan bisa berupa perubahan terhadap sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran atau input lainnya. Intervensi juga dapat diarahkan business process, transformasi, atau cara organisasi mengolah inputnya seperti penggunaan teknologi informasi, simplifikasi sistem dan prosedur. Begitupula, intervensi dapat diarahkan pada output organisasi, termasuk lingkungan organisasi.